Form Login



Agenda Kegiatan Masjid

Jadwal Sholat Kota Jakarta
Beranda Khutbah Jumat keberagamaan Sejati
keberagamaan Sejati Cetak Email
Ditulis oleh Administrator   
Senin, 02 April 2012 09:17

Keberagamaan Sejati (Keimanan Yang Mempunyai Daya Ubah)

OLEH: UST. USMAN ABDALI WATIK


Kita semua bersyukur kepada Allah karena kita telah melaksanakan shalat sebagai ibadah yang  memang merupakan perintah Allah Swt, tetapi ternyata shalat  juga merupakan wujud syukur kita kepada Allah Swt atas karunia dan rahmatNya yang tak terhitung jumlahnya. Dalam Riwayat Al – Ghazali pernah mengungkapkan bahwa “Jika sebelah mata manusia ini ditimbang berdampingan dengan ibadah 700 tahun, maka berat sebelah mata manusia itu masih jauh lebih berat dibandingkan dengan ibadah yang lamanya 700 tahun”. Artinya bahwa seluruh ibadah yang kita persembahkan kepada Allah Swt sesungguhnya adalah wujud syukur kita kepada Allah Swt. Rasulullah Saw pernah ditanya oleh Aisyah “’Wahai Rasulullah bukankah engkau hamba Allah yang paling dekat dengan Allah, hamba yang paling khusyuk shalatnya, hamba yang tidak pernah absen shalat malamnya, hamba yang tidak pernah absen untuk bershaum? Mengapa engkau bersusah payah untuk beribadah?’, Rasulullah menjawab ‘Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur?’”. Semoga rasa syukur kita kepada Allah Swt saat ini akan berlanjut menjadi rasa syukur terhadap yang lain, yang juga diperintahkan oleh Islam.

Menurut Jalaludin Rumi, iman terdiri dari dua bentuk yaitu iman polesan, dan iman yang tulus. Apa sesungguhnya keberagamaan sejati itu? Dalam sebuah riwayat yang tercantum dalam kitab Masnawi, Rumi mengisahkan kisah ini. Di suatu zaman ada seorang muadzin yang ketika melantunkan adzannya bersuara buruk sehingga tidak satu pun orang yang mendengarkan adzannya tergerak untuk melaksanakan ibadah shalat. Tetapi muadzin ini berada di tengah-tengah kampung yang masyarakatnya mayoritas tidak beragama Islam atau negeri kafir.  Lalu teman-temannya memberi nasehat agar dirinya tidak adzan lagi, karena khawatir berada di tengah-tengah negeri kafir akan menimbulkan konfik atau menimbulkan huru hara. Tetapi sang muadzin itu menganggap bawa sebagai seorang muadzin itu adalah sebuh kehormatan memanggil jamaah untuk shalat sehingga dia tidak mempedulikan dan menghiraukan nasehat kawan-kawannya.

Lalu suatu ketika datanglah seorang kafir di tengah-tengah kaum muslimin sambil berkata dengan halus, tunjukkan padaku siapa muadzin itu, pertemukan aku dengan muadzin yang telah menggembirakan hatiku. Salah seorang muslim bertanya, apa yang membuatmu sebegitu gembira dengan muadzin yang bersuara jelek tadi? Lantas si kafir menerangkan bahwa suara adzan tadi terdengar hingga gereja tempat kami tinggal, dan aku memiliki seorang perempuan cantik dan berakhlak mulia yang mempelajari Islam karena ia jatuh cinta kepada seorang pemuda Islam. Itu yang membuat saya khawatir jangan-jangan dia telah mengubah imannya menjadi Islam. Tapi ketika suatu hari anakku mendengar suara muadzin yang jelek tadi, anakku bertanya suara apa itu ayah? Tidak pernah sepanjang hidupku mendengar suara sejelek ini. Saudara perempuan lainnya menjawab, itulah suara panggilan adzan, suara panggilan untuk orang-orang beriman menunaikan ibadah shalat. Sontak sang gadis itu mendadak membenci Islam setelah mendengar suara adzan yang begitu menakutkan baginya dan memutuskan untuk tidak jadi menikah dengan pemuda muslim tadi. Itulah alasan sang Ayah yang bergembira hatinya dan ingin memberikan hadiah kepada muadzin tadi. Betapa kaum muslimin sering terjebak dengan keberagamaan polesan yang dipoles sedemikian rupa sehingga melupakan inti dari ajaran agama.

Dari kisah di atas, dapat dipetik pelajaran mengenai keberagamaan yang sesungguhnya yaitu, bahwa akhlak kita terhadap problematika di sekitar kita dapat dipecah menjadi beberapa bagian. Bukan hanya berdiam diri mengenai apa yang telah dan sedang terjadi di sekitar kita. Karena hal demikian merupakan keimanan kita yang hanya sekedar sebuah polesan dan bukan merupakan keimanan yang sesungguhnya. Padahal keimanan yang sejati yaitu keimanan yang mampu memiliki daya ubah, yang mampu memiliki daya gerak untuk merubah lingkungan sekitarnya ke arah yang lebih baik. Semoga kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang selalu mengerti dan memahami apa yang tengah terjadi di sekitar kita sebagai wujud keimanan kita yang sesungguhnya.